Jumat, Juli 17, 2009

SBY Gagal Total Indonesia Tak Aman, Polri Ingatlah Bom Marriot 2003 Diduga Melibatkan Gories Mere (Mega Mendung Mega Kuningan Meledak)

you

DIMUAT JUGA DI WWW.KATAKAMIINDONESIA.WORDPRESS.COM

Jakarta (17/7/2009) Entah harus memakai kata-kata apalagi untuk mengungkapkan, betapa tidak manusiawi dan tidak beradabnya sebuah kejahatan kemanusiaan yang sengaja ditujukan untuk mengorbankan masyarakat dan rakyatnya sendiri. Sandiwara demi sandiwara. Provokasi demi provokasi. Terus datang bersilih berganti menyakiti Indonesia. Menyakiti semua rakyat Indonesia.

Jakarta "MELEDAK" lewat bom MEGA KUNINGAN disaat calon presiden (capres) Megawati Soekarnoputri dan Muhammad Jusuf Kalla menggugat keras bahwa patut dapat diduga ada kecurangan yang sangat parah dala Pemilu Pilpres 2009. Semua harus melihat fakta bahwa omong kosong kalau disebutkan Indonesia aman.

Ledakan di Ritz-Carlton

Padahal sebenarnya POLRI sudah sangat maksimal dan penuh dedikasi menjaga keamanan di Indonesia.

Bom MEGA KUNINGAN ini meledak disaat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membanggakan bahwa pemerintahan mampu meredam dan mengatasi terorisme dan semua gangguan keamanan. Bangga bahwa Pilpres 2009 berhasil tanpa gangguan keamanan.

Apa yang mau dibanggakan ?

Apa yang diredam ?

Apa yang diatasi ?

Ini memalukan Indonesia.

Ini menyulitkan POLRI. Dan ini sangat menyedihkan hati rakyat INDONESIA.

Sambil diam termenung menatap hasil perbuatan yang tidak pantas lewat aksi peledakan yang mengejutkan "JAKARTA" pada hari ini, rasanya lebih baik membaca puisi yang menyentuh hati dari CHAIRIL ANWAR, "Kerawang - Bekasi". Ya, kenang, kenangkanlah jiwa kami !

Mengapa begitu susah untuk hidup secara kesatria dan teguh berpijak pada nilai kebenaran ?

Kami bertanya kepada anda yang "melakukan" peledakan ini.

Cukup. Jangan sakiti Indonesia terus menerus. Mengatasi teror bukan menciptakan teror-teror baru yang sangat melukai rasa aman dan rasa keadilan yang sangat didambakan rakyat Indonesia.



Bukan begini caranya untuk CARI MUKA kepada rakyat Indonesia. Begitu meledak, langsung ada yang buru-buru datang agar terlihat sigap dan penuh belas kasihan.

Bukan begini caranya untuk seolah-olah menjadi PAHLAWAN KESIANGAN (bagi siapapun juga yang merasa melakukan itu !).

Bukan begini caranya untuk memberikan tekanan kepada pihak manapun yang dianggap berseberangan atau penuh ancaman.

Sekali lagi, cukup ! Enough Is Enough.

Sadis sekali. Kok tidak malu melakukan semua ini kepada rakyat Indonesia. Sedihnya hidup di zaman Nyudo Nyuwo yang serba tragis di negeri tercinta ini. Ya, ini zaman Nyudo Nyowo yang artinya kurun waktu beberapa tahun terakhir ini sudah begitu banyak rakyat Indonesia yang menjadi korban sia-sia.

Ibu pertiwi menangis.

Sesedih ratapan tangis para korban, keluarganya dan seluruh rakyat Indonesia.

Ledakan yang terjadi pada Jumat (17/7) pagi itu terjadi pada sekitar pukul 07:45 WIB.

Ledakan pertama terjadi di Hotel Ritz-Carlton kemudian beberapa lama kemudian terjadi di Hotel JW Marriott.

Ledakan Mega Kuningan, Presdir Holcim Indonesia Meninggal

Presiden Direktur PT Holcim Indonesia Tbk, Timothy Mackay, menjadi salah satu korban ledakan yang terjadi di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, dan dikabarkan meninggal dunia di RS Medistra.

Hingga Jumat pukul 10.00, sebanyak 48 orang telah menjadi korban luka, akibat dua ledakan ledakan yang terjadi di Hotel JW Marriot, dan di Hotel Ritz-Carlton, di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, demikian Pusat Pengendalian Krisis Departemen Kesehatan (PPK-Depkes).

POLRI harus usut kejadian ini sampai tuntas.

Ayo Polri, turunkan ke sana Detasemen Khusus (Densus 88) Anti teror, ini bagian Densus 88.

Siapapun yang ada di belakang aksi peledakan bom yang sangat kotor ini, entah itu TERORIS sungguhan atau patut dapat diduga ada pihak yang secara sistematis dan melembaga mampu melakukan aksi bau terasi yang kotor ini.

Lucu, patut dapat diduga aksi peledakan bom hari ini adalah sesuatu yang "lucu tapi tak lucu" karena ANCAMAN TERORISME itu sebenarnya sudah sepi dan tiarap di Indonesia. Ayo Polri, turunkan ke sana Densus 88 Anti Teror !

Dan jangan ada yang disembunyikan atau diamankan bila ternyata nanti ... patut dapat diduga ada keterlibatan orang kuat atau oknum dari lembaga tertentu. POLRI, ingatlah bahwa patut dapat diduga Komisaris Jenderal Gories Mere terlibat dalam aksi peledakan bom di Hotel JW Marrit Tahun 2003.


(Kami lampirkan tulisan sebelumnya ODE UNTUK PRESIDEN OBAMA YANG MENGHAPUSKAN MOTTO PERANG MELAWAN TEROR).

Tahun 2003 yang lalu, HotelJW Marriot meledak hanya beberapa hari menjelang penangkapan teroris HAMBALI di Thailand -- yang kemudian diserahkan kepada Rezim Bush di Amerika Serikat, bukan justru dikembalikan ke Indonesia).

Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri harus secara jujur mau membuka dan melebarkan pemeriksaan terhadap kemungkinan dugaan keterlibatan Saudara Gories Mere.
POLRI harus berani menindak tegas personilnya sendiri jika memang patut dapat diduga terlibat dalam AKSI BRUTAL ini. Keterlaluan. Tidak ada TERORIS yang asyik-asyikan menginap didalam hotel. TERORIS pasti akan mencari peluang yang tercepa -- secepat kilat untuk tidak berlama-lama di lokasi peledakan bom --.

Sangat aneh dan luar biasa "GENIUSNYA" bom aktif dan pelakunya diduga menginap di HOTEL itu. Ingat, semua HOTEL BERBINTANG di Indonesia akan melewati prosedur pengamanan yang sangat ketat dan berlapis. Bagaimana mungkin, bisa menyusup masuk BOM AKTIF ke dalam hotel berbintang 5 yang sudah pernah mengalami atau menjadi korban peledakan bom.
Komsaris Jenderal Gories Mere adalah orang yang diduga paling banyak tahu mengenao seluk beluk aksi terorisme ini. Periksa dan jangan ditampik semua peluang yang dimungkinkan menjadi penyebab dan otak pelakunya.

Mau main-main ya terhadap keselamatan rakyat Indoneasia ?

Mau bikin malu dan mencoreng wajah Indonesia ?

Jangan sesumbar bahwa Pemilu Pilpres 2009 aman dan mesam mesem mendapat pujian atas AMAN-nya Pemilu Pilpres 2009 diIndonesia.

Apa yang aman ?

Lihat itu, banyak sekali warga negara asing yang jadi korban. Kayak begini, kok masih ada yang berani-beraninya membanggakan diri atau sesumbar bahwa Indonesia aman.

Omong kosong.

Siapapun aktor intelektual dan para pelaku yang terlibat, harus ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. Jangan ragu. Maju, usut sampai terbuka semua kejahatan kotor yang mencoba untuk menari-nari diatas penderitaan orang lain.

Kesedihan dan ratap tangis akibat ledakan BOM ini sungguh mengingatkan pada pusi CHAIRIL ANWAR berikut ini :

Lucu, patut dapat diduga aksi peledakan bom hari ini adalah sesuatu yang "lucu tapi tak lucu" karena ANCAMAN TERORISME itu sebenarnya sudah sepi dan tiarap di Indonesia.

Ayo Polri, turunkan ke sana Densus 88 Anti Teror !

Dan jangan ada yang disembunyikan atau diamankan bila ternyata nanti ... patut dapat diduga ada keterlibatan orang kuat atau oknum dari lembaga tertentu.

Mau main-main ya terhadap keselamatan rakyat Indoneasia ?

Mau bikin malu dan mencoreng wajah Indonesia ?

Jangan sesumbar bahwa Pemilu Pilpres 2009 aman dan mesam mesem mendapat pujian atas AMAN-nya Pemilu Pilpres 2009 diIndonesia.

Apa yang aman ?

Lihat itu, banyak sekali warga negara asing yang jadi korban. Kayak begini, kok masih ada yang berani-beraninya membanggakan diri atau sesumbar bahwa Indonesia aman.

Omong kosong.

Siapapun aktor intelektual dan para pelaku yang terlibat, harus ditangkap dan dihukum seberat-beratnya.

Jangan ragu.

Maju, usut sampai terbuka semua kejahatan kotor yang mencoba untuk menari-nari diatas penderitaan orang lain.

Kesedihan dan ratap tangis akibat ledakan BOM ini sungguh mengingatkan pada pusi CHAIRIL ANWAR berikut ini :

Keamanan Diperketat

KERAWANG BEKASI (CHAIRIL ANWAR)

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

Chairil Anwar (1948)

LAMPIRAN TULISAN SEBELUMNYA (DOKUMEN KATAKAMI BULAN APRIL 2009) :


ODE UNTUK PRESIDEN OBAMA YANG MENGHAPUSKAN MOTTO KALIMAT PERANG MELAWAN TEROR

Jakarta, 3 April 2009 (KATAKAMI) Selalu ada kejutan dari seorang Barack Hussein Obama. Ia sangat tak terduga. Benar-benar tak terduga. Bahkan dalam menjajaki tangga karier politiknya, Obama tak mau jadi politisi kejutan yang baru sibuk kampanye dan “teriak-teriak” berorasi secara dadakan hanya untuk untuk meraih kemenangan. Semua direncanakan, dilaksanakan dan diupayakan secara cerdas Oleh Obama.

Dan kali ini, ia mengambil sebuah keputusan yang bijaksana. Motto utama dari KABINET BUSH selama bertahun-tahun yaitu kalimat “PERANG MELAWAN TEROR” dihapuskan secara total oleh Obama.

Tapi, bukan berarti Obama menghapuskan konsistensi AS dalam menangani dan memberantas masalah terorisme. Yakinlah bahwa penanganan dan pemberantasan terorisme akan tetap dilanjutkan oleh Pemerintah AS tetapi sedapat mungkin harus sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Tak bisa lagi semena-mena atau menghalalkan semua cara.

Dan penghapusan kalimat PERANG MELAWAN TEROR itu adalah kabar baru yang mengejutkan. Itu juga menjadi angin segar yang akan membawa dunia ke arah lebih manusiawi dan kondusif.

Pasti, tidak mudah bagi Presiden OBAMA untuk mengumumkan kebijakan seperti ini karena bisa disalah-artikan.

Tetapi ayah dari 2 anak ini berani mengambil keputusan. Semuanya itu, pasti demi bersinarnya lagi kemilau kedigdayaan bangsa AMERIKA SERIKAT yang sepenuhnya menghormati, mentaati dan konsisten menjalankan nilai-nilai Kemanusiaan, Hukum dan HAM.

Bayangkan, atas nama PERANG MELAWAN TEROR, Bush menghalalkan semua cara untuk melakukan invasi militer ke sejumlah negara yaitu Afghanistan dan Irak.

Atas nama PERANG MELAWAN TEROR, Bush memerintahkan dibukanya Penjara yang patut dapat diduga menjadi ladang penyiksaan bagi siapa saja yang dicurigai AS sebagai TERORIS yaitu Penjara Guantanamo. Tanpa ada proses hukum dan tanpa perlu mengikuti kaidah-kaidah hukum, ratusan orang diseret untuk dibantai disana.

Betapa malunya AS, foto-foto penyiksaan itu bocor melalui kecanggihan teknologi. Dan tanpa disadari, kegarangan dan keganasan itu menimbulkan kebencian, antipati dan jungkir baliknya respek semua bangsa bangsa serta umat manusia di seluruh dunia terhadap AS.

Atas nama PERANG MELAWAN TEROR, Bush menghamburkan uang negara untuk membantu siapa saja dan negara mana saja yang dianggap bisa mengadopsi motto “PERANG MELAWAN TEROR” sehingga BUSH tidak “kesepian” dengan mimpi buruknya yang sangat berkepanjangan.
AS seakan tersentak disaat menyadari bahwa negara mereka mengalami krisis keuangan yang sangat parah pada era kekinian. Padahal jika BUSH mau atau bisa sedikit saja mengendalikan amukan dan gejolak emosi yang meletup-letup dalam penanganan terorisme, AS bisa berhemat secara luar biasa dalam anggaran negara.

Satu contoh kecil saja, saat teroris Hambali ditangkap di Thailand tgl 11 Agustus 2003. Kabarnya Pemerintah AS memberikan bonus uang USD 4 Juta untuk Pemerintah Thailand. Untuk apa ? Ya, untuk menjadi tanda terimakasih atas “keluguan” Thailand mau menyerahkan ke AS teroris yang berutang sangat banyak kasus tindak pidana terorisme di INDONESIA yaitu Hambali.

Kenapa tidak diserahkan ke Indonesia, tetapi malah ke AS ? Dan beberapa waktu lalu, kami coba untuk mempelajari data dan catatan di berbagai media massa. Proses penyerahan Hambali kepada Pihak AS menjelang akhir bulan Agustus 2003, terpaut sekitar 6 hari sesudah peledakan bom di Hotel JW Marriot Jakarta (Agustus 2003).

Kita tentu masih ingat kontroversi yang terjadi pada saat itu bahwa patut dapat diduga rencana peledakan itu sudah “bocor” duluan ke telinga Pihak AS sehingga pemesanan kamar dari rombongan AS dibatalkan menjelang hari naas.

Seandainya boleh ditarik benang merah dan dipertanyakan (walau sangat terlambat mempertanyakan hal ini), mengapa petinggi Anti Teror yang memang tahu bahwa Hambali adalah otak pelaku dan termasuk dalang utama semua aksi peledakan bom di Indonesia sejak peristiwa bom malam natal bisa “santai-santai saja” saat termonitor Hambali ditangkap ?
Padahal biasanya apa saja bisa langsung cepat tahu ? Mengapa bisa sangat kebetulan sekali, yaitu 2 minggu sebelum Hambali “dihadiahkan” Pemerintah Thailand kepada Pemerintah Bush, terjadi “lagi” peledakan bom di Indonesia ?

Yurisdiksi hukum dari penindakan hukum bagi seorang Hambali adalah di Indonesia dan agak aneh sebenarnya mengapa Thailand bisa dengan sangat aman sentosa menyenangkan hati Bush (tanpa ada sedikitpun berkoordinasi dengan Tim Anti Teror ?).


Sampai langit ini runtuh, Indonesia tak akan bisa memaafkan jika patut dapat diduga ada sesuatu yang memang sangat misterius dibalik peristiwa itu.


Dalam artian, jika patut dapat diduga ada OKNUM-OKNUM yang belagak tidak tahu bahwa “mangsa utama” penanganan terorisme di Indonesia sudah diciduk oleh kolega mereka tetapi belagak pilon saja agar berjalan lancar proses penyerahan itu kepada AS.


Jika Pemerintah Thailand saja dikabarkan mendapat dana sekitar USD 4 juta, patutkah dapat diduga ada OKNUM-OKNUM tertentu yang mendapat “angpao” juga agar seolah-olah memang tidak tahu samasekali proses tertangkapnya Hambali di Thailand karena memang sangat sibuk terhadap penanganan aksi peledakan bom di Marriot ?

Tidak ada yang tahu apa sebenarnya yang terjadi, kecuali … ?

Agustus 2003, setelah Pemerintah Thailand menyerahkan Hambali maka tidak lama setelah itu dengan bangganya BUSH mengumumkan kepada dunia internasional bahwa seorang teroris paling berbahaya sudah berhasil ditangkap.

Sejak itu, HAMBALI seakan menjadi “executive member” atau anggota istimewa di Penjara Guantanamo.

Dan setelah hampir 6 tahun mendekam disana, kabar terakhir yang beredar adalah pria kelahiran Cianjur ini sudah memegang paspor sebagai warga negara Spanyol. Selama berada di Guantanamo, tidak ada satupun proses hukum yang dilakukan terhadap Hambali.
Bahkan POLRI tidak pernah diizinkan mendapatkan akses untuk bertemu Hambali di Guantamo. Padahal Hambali adalah otak pelaku alias dalang dari sejumlah aksi peledakan bom di Indonesia.

Kabar tentang diberikannya paspor Spanyol kepada HAMBALI memberikan indikasi bahwa dalam rangka penutupan Penjara Guantanamo per bulan Januari 2010 mendatang, maka besar kemungkinan HAMBALI akan ditransfer ke Spanyol untuk menjadi tahanan di negara itu.
Saat ini, AS memang gencar melobi sejumlah negara untuk mau menampung sisa dari tahanan-tahanan Guantanamo. Sebab, sebagian besar memang dipulangkan ke negaranya masing-masing.

Patut dapat diduga, fakta bahwa HAMBALI adalah petinggi Al Qaeda Asia dan Hambali jugalah yang berada dibalik sebagian besar aksi peledakan bom (terutama di Indonesia yaitu sejak peledakan bom malam Natal tanggal 24 Desember 2000), tampaknya benar-benar menjadi faktor pertimbangan AS untuk tetap “menunda” mudiknya HAMBALI ke Indonesia.
Jika HAMBALI diekstradisi ke Indonesia, ia juga tak akan pernah bisa luput dari proses penegakan hukum di Indonesia.

Sebab, Hambali berutang sangat banyak kepada bangsa, negara dan rakyat Indonesia karena sudah meluluh-lantakkan nilai-nilai peradaban di negara ini lewat serangkaian aksi peledakan bom.

Kembali pada kebijakan Presiden OBAMA untuk menghapus kalimat “PERANG MELAWAN TEROR” dalam agenda resmi pemerintahan mereka dalam menangani sektor keamanan nasional atau National Security”, sekali lagi kebijakan Presiden Obama ini jangan diartikan bahwa AS akan berhenti memerangi terorisme.

AS pasti akan tetap konsisten untuk menangani tindak pidana terorisme !

Namun, konsistensi itu akan disesuaikan dan dikembalikan kepada “rel” yang sebenarnya yaitu melakukan proses penegakan hukum tetapi bukan dengan melanggar hukum itu sendiri.

Contoh yang bisa diambil bahwa Presiden Obama tidak ingin ada tindakan yang melawan hukum dari aparatnya sendiri dalam proses hukum kasus terorisme adalah dengan dihapuskannya juga metode interogasi lewat cara WATER BOARDING yaitu menyiramkan air sebanyak-banyaknya ke arah muka (kepala) si “teroris” ke dalam air sampai benar-benar nyaris kehabisan nafas agar mau mengakui.

Cara penyiksaan yang tidak manusiawi seperti itulah yang dipakai oleh aparat PEMERINTAH BUSH selama ini dalam menangani orang yang dituduh sebagai teroris.
Hukum adalah hukum. Law is law.

Dan Presiden OBAMA menyadari bahwa penegakan hukum yang semurni-murninya adalah sesuatu yang mutlak harus dilakukan oleh kabinetnya saat ini.

Ambruknya derajat dan martabat AS karena beberapa tahun terakhir ini dituding sebagai negara yang paling keji dalam memperlakukan para tahanannya adalah buah dari motto kalimat “PERANG MELAWAN TEROR” tadi.

Contoh lain yang bisa diambil tentang kebrutalan terkait penanganan terhadap para tahanan (bukan tawanan tetapi tahanan !), adalah oknum Sersan yang akhirnya divonis pidana kurungan selama 35 tahun oleh Mahkamah Militer AS pada awal pekan ini. Sersan itu dengan “enaknya” menembak mati 4 orang tahanan di Irak dengan cara menembak para tahanan itu dari bagian belakang batok kepala.

Dan dalam kaitan misi pengembalian penanganan tindak pidana terorisme pada proses hukum yang “murni” di AS, maka kebijakan Presiden Obama menghapuskan kalimat “PERANG MELAWAN TEROR” itu menjadi sebuah tanda dan pemberitahuan bagi negara-negara lain atau pihak manapun (OKNUM orang-perorang) yang selama ini “tidak sadar” bahwa perilaku mereka jauh lebih buruk dari AS dalam menangani masalah terorisme.

Misalnya saja, ikut-ikutan juga menangkapi siapa saja yang dicurigai sebagai teroris. Main ciduk saja dan mengumumkan bahwa ia sudah menangkap teroris sekian ratus orang. Padahal belum tentu yang ditangkapi itu adalah teroris atau terbukti bersalah melakukan tindak pidana terorisme.

Tapi supaya kelihatan keren dan hebat dimata Pimpinan, Pemerintah Indonesia dan bahkan dimata Pemerintah AS serta dunia internasional, maka diseret saja siapapun yang bisa diseret atas nama penanganan terorisme. Lalu, langsung diumumkan kepada media massa bahwa orang yang ditangkap dengan nama si A, si B dan si C adalah teroris jaringan tertentu.

Padahal belum tentu demikian. Tapi tidak ada yang bisa memprotes selama ini karena seolah-olah OKNUM Petinggi tertentu dalam penanganan terorisme di Indonesia ini, yang paling berhak tahu dan menangani masalah terorisme tersebut.

Ingat, pembuktian tentang bersalah atau tidaknya seseorang yang bermasalah dengan “hukum” adalah saat majelis hakim mengetuk palu dengan memberikan vonis kepada masing-masing terdakwa (apakah terdakwa itu terbukti bersalah atau justru sebaliknya).

Jadi sebelum ada vonis dari majelis hakim, maka prinsip hukum tentang asas praduga tak bersalah atau presumption of innocent wajib dihormati dan dilaksanakan.

Bukan tidak mungkin, Presiden Obama saat ini akhirnya tahu bahwa akibat gembar-gembor dan perilaku yang “over acting” (berlebihan) akibat motto “PERANG MELAWAN TEROR” tadi, sejumlah OKNUM yang selama bertahun-tahun mendapatkan berbagai pelatihan atau bantuan teknis untuk meningkatkan kemampuan dalam menangani terorisme di negaranya masing-masing, justru menyalah-gunakan semua atensi, ilmu dan kemampuan yang didapatkan berdasarkan kebaikan hati AS.

Bayangkan saja, maksud AS sebenarnya memberikan semua bantuan itu agar dalam upaya penanganan terorisme itu bisa lebih tajam dan membuahkan hasil yang nyata.

Tetapi patut dapat diduga, ada dampak yang sangat fatal yaitu semua “ilmu” itu ada yang justru disalah-gunakan atau dipraktekkan kepada pihak lain yang tidak bersalah samasekali.
Entah itu jenis ilmu dan kemampuan teknis apapun yang serba canggih dari Penyidik-Penyidik AS Dinas Intelijen Rahasia AS (CIA) atau Biro Investigasi Federal (FBI).

Siapa bilang, semua ilmu dan kemampuan teknis itu tidak mungkin disalah-gunakan ?

Segala sesuatu mungkin saja dilakukan dan patut dapat diduga di Indonesia inipun penyalah-gunakan itu ada dilakukan oleh OKNUM orang per orang (sekali lagi, yang patut dapat diduga menyalah-gunakan itu adalah OKNUM yang merasa paling jago dalam hal penanganan terorisme di Indonesia selama ini).

Dilatih dan diajari untuk melacak keberadaan teroris menggunakan kecanggihan teknologi misalnya, entah itu dari alat penyadap telepon (intercept) dan teknologi pada dunia maya (cyber media) ternyata ilmu yang sangat “rahasia” ini malah digunakan untuk merugikan pihak lain yang nyata-nyata bukan teroris.

Privacy atau wilayah pribadi orang lain, serta hak-hak yang sangat mendasar dari warga sipil tak bersenjata, menjadi diobrak-abrik kalau misalnya patut dapat diduga ada OKNUM yang asyik saja menyalah-gunakan semua “ilmu, alat dan kemampuan teknisnya” selama ini yang diperoleh dari Pihak AS.

Apalagi karena pembuktian dari semua “kejahatan siluman” bersifat sangat absurd dan memang sulit pembuktiannya di lapangan, maka patut dapat diduga merajalela semua penyalah-gunaan itu dalam aplikasinya pada kehidupan sehari-hari.

Yang repotnya lagi, atas nama penanganan terorisme dan predikat sebagai pelaku-pelaku gerakan intelijen maka patut dapat diduga OKNUM-OKNUM yang memang memiliki akses penyadapan dan kecanggihan teknologi untuk sektor keamanan nasional akan saling menjegal dan saling meniru dalam hal melakukan perbuatan melawan hukum karena didorong rasa rivalitas yang sangat tinggi.

Tidak ada yang menjamin bahwa semua perangkat penyadapan dan kecanggihan teknologi itu digunakan secara baik dan benar !

Tidak ada pengawasan yang bisa dipertanggung-jawabkan secara hukum karena masing-masing kubu tak akan pernah bisa diakses oleh pihak luar yang punya otoritas hukum melakukan penindakan jika itu menyalahi aturan perundang-undangan !

Sehingga, patut dapat diduga dibebaskannya OKNUM-OKNUM menggunakan semua itu seenaknya sendiri tanpa ada pengawasan yang ketat, bisa membuka peluang bagi terciptanya proses kudeta atau perbuatan melawan hukum lainnya dengan dibantu peralatan penyadapan dan kecanggihan teknologi yang dibeli sangat mahal oleh negara untuk penanganan terorisme.
AS, terutama Presiden OBAMA, tentu sekarang merasa bersalah jika patut dapat diduga ada penyalah-gunaan ilmu dan peralatan penanganan anti teror di negara-negara lain yang dalam masa keemasan prinsip PERANG MELAWAN TEROR, diberi keutamaan dan fasilitas dalam menyerap ilmu dan bergelimpangannya “dolar” dari kabinet BUSH dalam upaya memberantas tindak pidana terorisme.

AS, terutama Presiden OBAMA, tentu merasa bersalah juga jika akhirnya bangsanya sendiri yang bangkrut karena selama bertahun-tahun lamanya memposisikan diri seperti “sinterklas” yang mudah memberikan dan membantu apa saja tanpa ada batasan limit.

Padahal patut dapat diduga, ada juga bantuan keuangan itu yang masuk ke kantong pribadi orang per orang yang terlibat langsung di lapangan dalam penanganan terorisme di berbagai negara.

Satu hal yang perlu dibuka misterinya kepada seluruh rakyat Indonesia adalah berapa dan mana pertanggung-jawaban dari semua dana bantuan dalam penanganan terorisme di Indonesia dari negara asing ?

Jika selama ini ada Petinggi-Petinggi Anti Teror atau Perwira Menengah yang mendapatkan pelatihan demi pelatihan, perjalanan dinas dalam rangka pendidikan anti teror atau hal ihwal apapun yang terjalin atas nama kerjasama penanganan terorisme (terutama dari Pihak AS), berapa nilai total dari semuanya itu selama kurun waktu 6 tahun terakhir ?

Rakyat Indonesia berhak tahu karena kebaikan hati Pemerintah AS itu diberikan dalam rangka kerjasama penanganan terorisme antara AMERIKA SERIKAT DAN INDONESIA, bukan dengan orang per orang.

Ini harus dicamkan baik-baik !

Sehingga, siapa saja yang selama ini menikmati dan mendapatkan semua fasilitas, uang, alat, pendidikan, pelatihan dan semua jenis bantuan dari Pemerintah AS selama kurun waktu 6 tahun terakhir harus bisa (dan wajib hukumnya) bisa mempertanggung-jawabkan semua itu kepada rakyat Indonesia.

Dan kalau mau kejam sedikit dan sangat tajam mengupas tuntas misteri aksi terorisme ini, patut dapat diduga ada juga aksi peledakan bom itu yang bukan dilakukan oleh kalangan teroris itu sendiri alias direkayasa.

Ini bukan mustahil sebab semua hasil penyidikan dan setumpuk barang bukti yang diserahkan misalnya, memungkinan oknum-oknum tertentu meniru gerak, langkah dan strategi kalangan teroris itu sendiri.

Hanya Tuhan yang tahu dan biarlah itu menjadi tanggung-jawab dari oknum masing-masing antara diri mereka kepada Sang Pencipta jika ternyata hal semacam ini ada terjadi di belahan dunia ini.

Sketsa wajah oknum perwira tinggi yang patut dapat diduga meloloskan ALI IMRON agar tidak terkena mati, lalu pura-pura dipinjam dari LP Krobokan Bali dari mulai tahun 2003 sampai saat ini. Bahkan, patut dapat diduga mendanai ALI IMRON hidup berkemewahan dari hotel ke hotel dan apartemen mewah, serta membuatkan buku memoar serba luks untuk ALI IMRON. Ada apa sebenarnya antara oknum perwira tinggi ini dengan JARINGAN TERORISME ?

Lalu, satu hal yang perlu disampaikan kepada Presiden OBAMA, apakah AS bisa memahami dan menerima dengan lapang dada bahwa anggaran keuangan negara mereka yang selama ini diberikan kepada INDONESIA dalam penanganan terorisme, berjalan dengan timpang dalam kasus peminjaman terpidana ALI IMRON ?

Terpidana kasus Bom Bali I ini, bisa luput dari vonis mati hanya karena dianggap bisa bekerjasama. Lalu, ia mendapatkan vonis pidana kurungan (penjara) seumur hidup. Tapi apa yang terjadi ?

Ali Imron, dipinjam dari LP Krobokan sejak ia menerima vonis dari majelis hakim tahun 2003 dan tidak pernah lagi dikembalikan ke penjara. Teroris yang merupakan pelaku utama dari Bom Bali I ini justru dibiayai oleh OKNUM Petinggi Anti Teror untuk hidup serba mewah dan dibuatkan buku otobigrafi yang sangat lux.

Apa yang bisa dibanggakan dari tindakan OKNUM Petinggi Anti Teror yang seperti ini ? Sangat memalukan ! Benar-benar memalukan dan keterlaluan.

Kalau misalnya sekarang, rakyat AS tahu bahwa dana yang digelontorkan oleh negara mereka untuk penanganan terorisme di Indonesia ini, justru dinikmati juga oleh seorang teroris paling “berbahaya” yaitu hidup berkemewahan dengan fasilitas penuh yang sempurna ?
Dimana konsistensi dari penegakan hukum karena korban yang masih hidup dari peledakan BOM BALI I saja, sampai saat ini banyak yang harus hidup menderita dalam keadaan cacat permanen ?

Sementara Ali Imron, ia berleha-leha bagaikan konglomerat muda yang serba bergelimpangan harta.

Tahukah Presiden OBAMA bahwa tindakan semacam ini yaitu kesewenang-wenangan dengan memberikan kemewahan dan kebebasan yang absolut kepada teroris sekotor Ali Imron ini adalah sebuah bentuk pengingkaran dan pengkhianatan terhadap misi penanganan terorisme ?
Ali Imron harus dikembalikan ke dalam penjara, tidak bisa tidak !

Kalau perlu, Petinggi Anti Teror yang selama ini seenaknya saja menggunakan keuangan negara atau bantuan dari negara lain untuk membiayai teroris Ali Imron hidup berkemewahan harus diseret ke muka hukum untuk mempertanggung-jawabkan tindakannya yang sangat memalukan Indonesia. Jangan bicara soal keberhasilan penanganan terorisme kalau teroris yang harusnya bertanggung-jawab terhadap kasus Bom Bali I saja, justru dibiayai hidup berkemewahan.

Ada apa dibalik semuanya itu ?

Bahkan sudah saatnya, KABINET OBAMA menelusuri hal ini, yaitu apakah ada dana bantuan dari AS yang disalah-gunakan untuk membiayai hidup Ali Imron secara berkemewahan !
Dan Presiden OBAMA perlu “memasang mata dan telinga” dari Pemerintahan yang dipimpinnya saat ini apakah patut dapat ddiuga ada OKNUM tertentu yang selama bertahun-tahun ini mendapatkan bantuan dari AS dalam menangani terorisme, menjadi milyuner atau bahkan triyuner dari hasil komiditi dagang di bidang penanganan terorisme ?

Semua mungkin saja terjadi ! Dan karena belum terbongkar maka rakyat Indonesia belum tahu apa sebenarnya yang terjadi

Tragedi serangan 11 September 2001 di AS, sebuah tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan hati dan memprihatinkan. Tak cuma bagi AS, tapi bagi bangsa-bangsa didunia
Dibalik keputusan Presiden Obama untuk menutup Penjara Guantanamo dan meluruskan penanganan terorisme itu sendiri agar sesuai dengan kaidah hukum, maka tampaklah keseriusan KABINET OBAMA untuk melakukan hal-hal yang memang semestinya dilakukan selama ini.

Dan semua pihak harus menghargai niat baik dari Presiden OBAMA.

AS tak akan pernah mungkin menghapuskan sejarah kelam terkait Tragedi Serangan 11 September 2001. Serangan itu adalah aksi teror yang paling biadab dan sangat “tak termaafkan” sebenarnya. Tetapi tak ada negara manapun di dunia ini yang bisa dibiarkan main hakim sendiri atau menerapkan hukum rimba di negara mereka.

Hukum adalah hukum. Law is Law.

Penanganan terhadap tindak pidana terorisme memang harus tetap dilanjutkan dan diteruskan.
Ini tidak boleh berhenti hanya sampai disini. Kewaspadaan tetap harus dilakukan karena sedikit saja lengah maka kalangan teroris yang sedang “tiarap” itu bisa kumat sakit moralnya.

Kerjasama antara AS dan negara-negara manapun di dunia ini dalam penanganan terorisme juga harus tetap dilanjutkan dan diteruskan. Tetapi, jangan lagi dibuat sangat absolut atau tidak terbatas. Semua harus terukur, terarah dan bisa dipertanggung-jawabkan.

AS, khususnya Presiden OBAMA, juga harus menertibkan berbagai ilmu atau produk apapun yang selama bertahun-tahun lamanya disebar atau diberikan ke sejumlah pihak dalam misi PERANG MELAWAN TEROR tadi, tetapi terindikasi telah disalah-gunakan.

Harus ada terobosan yang sifatnya tertib hukum dalam penggunaan ilmu atau produk apapun yang berasal dari AS untuk penanganan terorisme yang disalah-gunakan tadi.

Sebab, jika patut dapat diduga ada pihak tertentu atau OKNUM tertentu orang perorang yang menyalah-gunakannya kepada warga sipil tak bersenjata (padahal AS mentransfer ilmu dan memberikan bantuan material apapun juga untuk penanganan terorisme), maka penyimpangan ini sangat layak dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dalam hal itulah, AS harus mulai melacak secara cermat dan seksama, apakah memang ada hal-hal semacam ini terjadi di mana saja !


Harus Presiden OBAMA yang memberikan perintah langsung tentang penertiban semua itu agar seluruh perangkat dibawahnya tunduk dan patuh kepada perintah kepala negara negara.
Dengan demikian, akan mudah melakukan penelusuran dan pembuktian terhadap semua penyimpangan atau penyalah-gunaan itu.

Berbicara di Den Haag (Belanda), pengumuman tentang penghapuskan kalimat atau motto “PERANG MELAWAN TEROR” tadi disampaikan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton.
Peran Hillary juga pasti ada dalam misi pelurusan kembali penanganan terhadap terorisme ini.
Menurutnya, Pemerintahan Bush yang telah digantikan oleh Presiden Obama memutuskan penghapusan frasa penggunaan kalimat “PERANG MELAWAN TEROR” antara lain karena dijadikan alat pembenaran untuk melakukan intervensi ke Irak dan pemenjaraan tahanan tersangka pelaku teror di Guantanamo, Kuba, dan banyak penjara rahasia CIA di luar negeri.
Tentu Indonesia juga harus menyambut baik kebijakan ini. Semoga saja, ini akan membawa dunia ke arah yang lebih baik.

Tetapi, pasca diberlakukannya kebijakan ini maka yang perlu diwaspadai bersama adalah dampaknya. Entah dari kalangan teroris itu sendiri, atau dari OKNUMtertentu yang merasa kehilangan “lahan rezeki nomplok” karena patut dapat diduga sudah terlanjur menjadikan isu terorisme menjadi “komoditi dagang”.

Jangan diberi ampun kepada siapa saja yang mencoba untuk bermain-main dengan keselamatan, keamanan dan ketentraman dunia. Tapi jangan dibiarkan ada yang bermain-main dengan segala arogansi penuh rekayasa. Ode adalah sebuah nyanyian tentang penghargaan dan pujian kepada seseorang yang telah melakukan sesuatu yang baik.


Dalam hal ini, Presiden Obama dengan sangat bijaksana telah melakukan terobosan yang niscaya akan membantu secara sungguh-sungguh membawa dunia ke arah yang jauh lebih baik. Thank you very much, Mr President !
MS