Kamis, Juli 16, 2009

Jampidum Abdul Hakim Ritonga : Kejaksaan Samasekali Tidak Dendam Pada Antasari !



Jakarta 16/7/2009 (KATAKAMI) Ketika seorang Antasari Azhar terpilih sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada bulan Desember 2007, bisa jadi Bidang Pidana Umum (PIDUM) Kejaksaan Agung adalah pihak yang paling berbangga hati melepas alih tugasnya Antasari Azhar.
Anta - begitu panggilan Antasari di kalangan Kejaksaan -- menempati jabatan terakhir di Pidum Kejaksaan Agung sebagai pejabat eselon II yaitu Direktur Penuntutan (Dirtut) pada Jampidum.

Tapi siapa yang menyangka bahwa "alumni" Pidum Kejaksaan Agung ini justru harus berurusan dengan "almamaternya" sendiri. Anta menjadi tersangka otak pelaku dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nasrudin Zulkarnaen yang tewas ditembak secara sadis pertengahan bulan Maret 2009.

KATAKAMI.COM mendapatkan kesempatan untuk Wawancara Eksklusif dengan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAMPIDUM) Abdul Hakim Ritonga seputar penanganan kasus hukum yang menimpa Antasari Azhar. Wawancara ini dilakukan di ruang kerja Jampidum pada Rabu (15/7/2009) sore.

Dan inilah hasil wawancara selengkapnya :

KATAKAMI (K) Setelah hampir 2 bulan ditangani penyidikannya oleh Kepolisian, bagaimana perkembangan penanganan kasus Pak Antasari ?
Jampidum Abdul Hakim Ritonga (AHR) : Posisinya saat ini, sesuai dengan prosedur Undang Undang KUHAP, setiap berkas disiapkan oleh penyidik. Dalam hal ini Kepolisian sebagai penyidik tunggal. Tapi sesudah berkas selesai dibuat oleh penyidi, tidak langsung diterima begitu saja oleh Jaksa. UU menyebutkan dalam pasal 110 & 138 KUHAP, diberikan wewenang kepada Jaksa untuk meneliti apakah sudah memenuhi syarat-syarat formil dan syarat-syarat materiil suatu berkas perkara yang akan diajukan ke Pengadilan. Nah, manakala sang Jaksa berpendapat bahwa berkas itu belum memenuhi syarat formil dan materiil maka dia akan mengembalikan berkas itu kepada penyidik dengan P-18. Sesudah itu, tak cuma sekedari dikembalikan. Dalam P-19. Jaksa akan menerbitkannya 14 hari sesudah berkas itu diterima yang menyebutkan mana saja berkas yang tidak lengkap dan mana yang harus dilengkapi. Begitu jugalah dengan berkas Antasari sekarang. Berkasnya sudah jadi dan dilimpahkan kepada Kejaksaan dan menurut kami belum memenuhi syarat formil dan materiil. Saat ini kami sedang merumuskan P-19, ya … paling lama hari Jumat akan selesai.

(K) Oh jadi, ketika pekan lalu Kepolisian mengatakan bahwa berkas Pak Antasari sudah dilimpahkan ke Kejaksaan. Sekarang berkasnya malah dikembalikan lagi ke Kepolisian ?

(AHR) : Ya betul. Kekurangannya ya … syarat formil dan syarat materril. Syarat formil itu mengenai administrasi legalitas didalam berkasnya. Sedangkan syarat-syarat materiilnya, mengenai bukti-bukti keterlibatan Antatasari.

(K) Bukti yang dimaksud itu, bukti keterlibatan dalam pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, atau bukti yang mengarah pada temuan-temuan lain yang melebar dari kasus ini ?

(AHR) : Kami tidak akan melebarkan kasus ini, Jaksa Pidana Umum tidak akan melebar dari ketentuan pasal 340 KUHAP tentang pembunuhan berencana untuk kasus Antasari.

(K) Jadi, bukti yang dianggap Jaksa kurang adalah bukti tentang keterlibatan membunuh NZ ?

(AHR) : Betul.

(K) : Jadi kalau ada informasi yang saat ini beredar di tengah masyarakat bahwa paling lambat akhir bulan Juli ini Pak Antasari mulai disidangkan, itu tidak benar pak ya ?

(AHR) : Kami menargetkan bahwa ke-9 berkas dari 9 tersangka dalam kasus ini sudah sempurna. Kami rencanakan Awal Agustus, semuanya sudah berada di Kejaksaan dan siap dilimpahkan.

(K) Jadi molornya waktu yang terjadi sekarang, karena kurangnya bukti-bukti yang Bapak jelaskan tadi ya ? Apa bukan karena Kejaksaan memang sengaja mengulur-ulur waktu ?

(AHR) : Lho, itu kan prosedur Undang Undang. Kami tidak mengulur-ulur waktu. Sekali lagi ini bagian dari prosedur UU dan memang biasa dilakukan. Cuma kadang-kadang karena masyarakat tidak memahami prosedurnya, memang akan mudah curiga. Wah … jangan-jangan ada permainan ? Tidak benar itu.

(K) Jujur saja, apakah Bagian Pidana Umum di Kejaksan Agung ini merasa terbeban secara moril ketika harus menangani kasus yang melibatkan Pak Antasari ? Kita sama-sama tahu kan Pak Antasari saat masih aktif menjadi JAKSA, penugasannya ya di bagian Pidana Umum ini kan. Ada beban moral, Pak ?

(AHR) Jaksa itu kan manusia biasa, punya rasa dan perasaan. Pastilah ada satu atau dua orang yang merasa terbeban moralnya. Itu sebabnya kami sengaja memilih Jaksa yang nantinya akan menangani kasus ini adalah Jaksa yang samasekali tidak punya hubungan emosional dengan Antasari. Harus netral.

(K) : Oke Pak JAM, ini agak sensitive tapi harus ditanyakan. Apakah ada dendam dari Kejaksaan Agung terhadap Pak Antasari selaku pribadi atau terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara kelembagaan ? Wajar kalau ada yang mencurigai seperti ini mengingatkan pada tahun lalu kan ada kasus suap Urip Tri Gunawan.

(AHR) : Itu harus diluruskan. Berkas Antasari kan ada di Pidana Umum sekarang. Kalau ditanya apakah ada rasa dendam, tidak ada samasekali. Tidak ada masalah. Antasari sendiri kan bilang, dia sebagai penegak hukum akan mengikuti aturan-aturan hukum.

(K) Apakah ada kemungkinan bahwa kasus yang menimpa Pak Antasari ini akan digunakan sebagai alat pemukul atau sarana untuk pelampiasan rasa dendam institusi kepada Pak Antasari selaku pribadi dan kepada KPK ?

(AHR) : Tidak, tidak ada dendam samasekali pada diri Kejaksaan, baik itu kepada Antasari atau KPK.
(K) : Ada spekulasi juga yang beredar bahwa nanti tuntutan terhadap Pak Antasari adalah tuntutan MATI. Tapi kabarnya, ada perpecahan di Kejaksaan Agung ini. Sebagian setuju untuk nantinya membuat tuntutan MATI pada persidangan Pak Antasari, tapi sebagian lebih setuju kalau tuntutannya pidana kurungan atau penjara seumur hidup karena ada rasa kasihan terhadap rekan sendiri. Bagaimana penjelasan dari Pidana Umum sendiri ?

(AHR) : Itu belum waktunya dibicarakan sekarang. Nanti ditentukan setelah selesai pemeriksaan di Pengadilan. Jadi masih jauh sekali. Tapi kalau ancaman hukuman berdasarkan KUHAP pada pasal 340 pembunuhan berencana itu maksimal HUKUMAN MATI, setingkat dibawahnya penjara seumur hidup dan paling minimal 20 TAHUN PENJARA. Dan ada kata kalaunya ….

(K) Kalau apa itu Pak ?

(AHR) : Kalaunya itu adalah … kalau didapatkan bukti-bukti dan fakta-fakta perbuatan yang begitu telak.

(K) Sampai saat ini setelah JAKSA melakukan penelitian terhadap berkasnya Pak Antasari, bukti-bukti itu telak atau tidak Pak ?

(AHR) : Sampai sekarang pada bukti-bukti awal, ya betul ada keterlibatan Antasari dalam pembunuhan itu.

(K) Bukti awalnya itu apa Pak ? Sms, surat atau berbentuk apa saja ?

(AHR) Semualah ada disitu dan dirangkum dengan pasal 184 KUHAP. Bukti-bukti itu antara lain keterangan saksi, keterangan saksi ahli, bukti petunjuk dan keterangan terdakwa.

(K) Kami mendengar informasi bahwa kasus pembunuhan berencana ini sebenarnya memiliki latar belakang yang sangat mengejutkan yaitu terdapat serangkaian panjang praktek pemerasan dari Pak Antasari kepada sejumlah pihak. Apakah Kejaksaan tahu bahwa dibalik kasus pembunuhan ini ada latar belakang praktek pemerasan dari pihak Pak Antasari kepada pihak lain ?

(AHR) Kami memang ada mendengar informasi soal itu. Tapi itu bidang Pidana Umum. Itu bidang Pidana Khusus.

(K) Jadi bagaimana ketentuan didalam hukum untuk mengatur seandainya ada kasus seperti ini ?

(AHR) Sebenarnya bisa saja diproses hukum tapi wewenang penyidikannya tidak diberikan kepada Jaksa Pidana Umum. Tadinya memang sedikit-sedikit bukti yang mengarah ke praktek pemerasan itu. Tapi saya selaku Jampidum bilang, kami akan menangani yang memang menjadi porsi kami saja. Itulah yang dibilang harus bertugas professional, proporsional dan komprehensif. Pidana Umum tidak berwenang menangani kasus korupsi. Kalau ada informasi seperti itu maka yang akan menangani penyidikannya adalah Polisi, Jaksa atau KPK. Hasilnya, boleh disidangnya bersama-sama dengan kasus pembunuhan berencana ini.

(K) Oke, sekarang yang mau ditanyakan, apa arahan dari Pak Jaksa Agung Hendarman Supandji kepada Jampidum untuk menangani kasus Pak Antasari ?

(AHR) Pak JA meminta kasus ini ditangani secara professional & proporsional.

(K) Dengan adanya kasus pembunuhan berencana ini, apakah bisa membuat hubungan Kejaksaan dengan KPK menjadi bergesekan ? Ada benturan yang keras maksudnya ?

(AHR) Saya sebagai Jampidum mengantisipasi agar proses hukum kasus Antasari ini dijauhkan dari kemungkinan seperti itu. Salah satunya mengatur langkah-langkah yang menangani kasus ini.

(K) Bukan apa-apa Pak JAM, saat kasus ini disidik di Kepolisian saja, informasi yang keluar ke tengah masyarakat adalah seolah-olah terjadi benturan yang keras antara KPK dengan MABES POLRI.

(AHR) : Informasi itu salah. Pemberitaannya salah. Tidak ada benturan. Pokoknya istilah yang tadi itu, professional, proporsinal dan komprehensif. Kalau ketiganya dilaksanakan, tidak akan ada benturan.

(K) Pertanyaan terakhir, selaku pribadi sebagai seorang Jaksa … saat harus menangani kasus pembunuhan berencana yang sadis seperti ini dan notabene pelakunya dikenal baik oleh Pidana Umum, bagaimana perasaan Pak Jampidum ?

(AHR) Sulit untuk digambarkan karena ini mengenai perasaan. Prihatin tentu ada ya. Kami kan manusia biasa tapi kami melaksanakan tugas kewajiban Negara. Tapi satu hal, kami sependapat dengan penilaian banyak pihak bahwa kalau kasus semacam ini tidak ditangani secara tegas maka bisa menjadi preseden buruk di kemudian hari. Itu sebabnya saya sudah pesankan dari awal kepada Jaksa di Pidum ini, hati-hati dalam menangani yaitu ikuti dan laksanakan saja apa yang memang diatur dalam ketentuan hukum.

(K) Baik, terimakasih Pak Jampidum.